menghargai apa yang kita lakukan saat ini berarti menghagai hidup, waktu tak bisa di tarik mundur dan waktu tak perna berheti.

Senin, 21 Mei 2007

Paradigma Antara E.............,P........... dan P..........

Paradigma Penanganan HIV-AIDS di Negeri Tercita


Meningkatnya jumlah ODHA perlu disingkapi secara bijaksana, masyarakat negeri ini tidak perlu panik dengan banyaknya jumlah ODHA di negeri ini, yang diperlukan adalah sikap berwaspada dan peduli.

Penyebaran HIV pada manusia tidaklah semudah flu burung atau SARS, penularannya hanya melalui hubungan seksual, transfusi darah dan pemakaian alat-alat yang sudah tercemar HIV seperti jarum suntik, alat tattoo, dan melalui ibu dengan HIV kepada janin dikandungannya, pada saat melahirkan atau bayi yang disusuinya (khusus ibu dengan HIV yang hamil, treatment medis dari dokter dapat mengurangi risiko tertularnya bayi). HIV tidak menular melaui kontak fisik dan sosial seperti hidup serumah dengan pengidap HIV-AIDS, berjabat tangan atau mencium pipi, gigitan nyamuk, berenang di kolam yang sama, menggunakan fasilitas bersama seperti toilet dan telepon, minum dan makan dari gelas dan piring yang sama, dan bersin.

Jika kita cermati HIV bersama-sama, mungkin akan timbul pertanyaan mengapa HIV yang sulit cara penyebarannya itu mampu menularkan banyak orang dan penyebarannya semakin meningkat seperti yang terjadi di negeri ini. Masalah HIV pada manusia sangat terkait dengan perilaku manusia. HIV pada manusia bukanlah masalah kesehatan semata namun ada masalah sosial di dalamnya, ada perilaku yang beresiko tinggi yang menyebabkan HIV dengan mudah menginfeksi tubuh manusia.

Banyak kerja yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, LSM, dan lembaga-lembaga dunia sejak lebih dari sepuluh tahun ini. Namun usaha dalam mengatasi masalah ini seakan tidak berujung, malah penyebaran HIV terus meningkat. Mungkin kita perlu mulai merenungkan dan mencari jalan keluar bersama-sama, tanpa perlu lagi saling menyalahkan atau mengedepankan arogansi dari lembaga mana kita berasal dan isu apa yang kita usung , sudah saatnya kita duduk bersama-sama dalam menyelesaikan permasalahan ini.



Pendekatan Penanggulangan HIV/AIDS

Melihat penularan tertinggi di negri ini adalah lewat IDUs dan yang kedua adalah melalui hubungan seksual yang tidak aman maka ada dua pendekatan yang hingga saat ini dinilai tepat, yaitu harm reduction/pengurangan dampak buruk pengguna Napza suntik dan promosi penggunaan kondom pada setiap hubungan seksual yang dilakukan. Pendekatan tersebut pada kenyataannya menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pendekatan Harm Reduction yang sering mendapatkan tantangan beberapa pihak adalah pertukaran jarum suntik steril sama halnya dengan program promosi penggunaan kondom.

Program Harm reduction

Program Harm Reduction merupakan pendekatan lain selain pendekatan suply and demand reduction yang selama ini dilakukan oleh lembaga pemberantas Napza, termasuk kepolisian. Sering kali kita melihat penangkapan para pengedar Napza, penggerebekan di kantung-kantung Napza, hingga pemeriksaan yang ketat di bandara-bandara penerbangan yang tujuannya adalah memberhentikan atau mengurangi penawaran dan permintaan Napza. Pendekatan harm reduction sebenarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menghilangkan penggunaan Napza hingga 0%. Pendekatan ini telah dilakukan dibeberapa negara seperti Australia, Belanda dan Iran, program tersebut berhasil menekan penyebaran HIV di negara tersebut dan memberikan kontribusi yang cukup besar pada pemberantasan Napza. Pada dasarnya jungkies tidak dapat secara langsung pulih, mereka perlu waktu untuk direhabilitasi, selama program rehabilitasi itu berjalan dan masa dimana mereka masih membutuhkan Napza maka mereka harus menggunakan alat jarum yang steril atau di bersihkan terlebih dahulu dengan pemutih sehingga tidak mengandung bibit penyakit termasuk HIV.

Pendampingan melalui teman sebaya terhadap jungkies menjadi penting sehingga mereka terus dapat dimonitor, hingga pada suatu saat mereka dapat pulih kembali. Masalah yang sering timbul adalah pendekatan pertukaran jarum suntik masih riskan sepanjang pihak-pihak terkait terutama kepolisian masih tidak menganggap bahwa program ini adalah program rehabilitasi melainkan digolongkan pada tindakan kriminal. Pengguna berada pada dua paradigma antara dia sebagai korban atau dia sebagai pelaku kejahatan. Tidak salah memang kepolisian melakukan hal tersebut karena undang-undang psikotropika yang berlaku saat ini menghendaki demikian. Jika tidak memahami lebih dalam program harm reduction ini seakan-akan melegalkan penggunaan Napza, pernah terjadi, petugas lapangan dari sebuah LSM yang melaksanakan program harm reduction ditangkap polisi oleh karena dianggap pengedar Napza. Melihat kejadian tersebut maka perlu perlindungan hukum dalam melakukan program ini.

Tanpa mengenyampingkan pendekatan suply dan demand reduction karena pendekatan tersebut sama penting, pendekatan harm reduction perlu pula dipertimbangkan sehingga penanggulangan HIV, hepatitis C dan Napza dapat diatasi lebih baik. Pendekatan harm reduction merupakan pendekatan yang komprehensif dimana Terdapat 12 pendekatan yang dilakukan dalam program ini, yaitu: (1) Konseling, Informasi, Edukasi (KIE); (2) Penjangkauan (Outreach); (3) Counseling; (4) Voluntary, Counseling, and Testing (VCT); (5) Pencegarahn inveksi; (6) program pertukaran jarum suntik (Needle Substitution Program/NSP); (7) Pembuangan Jarum Suntik; (8) Teman Sebaya (Peer Educator); (9) Kesehatan dasar; (10) Perawaatan, pengobatan HIV/AIDS; (11) Substitusi oral; (12) Terapi Narkoba.

Promosi Penggunaan Kondom

Kondom hanya sebuah alat kontrasepsi yang paling murah dan tidak menimbulkan efek samping. dan bukan sesuatu yang ditabukan, kondom tidak hanya sebuah alat kontrasepsi namun juga penangkal infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV. Ketika program kondom 100% dicanangkan, beberapa kelompok masyarakat menentang program ini karena dianggap melegalkan aktivitas hubungan seks bebas. Promosi penggunaan kondom masih dianggap bertentangan dengan norma agama, program ini berada diantara paradigma moralitas dan kesehatan.

Atau bahkan pernah ada sebuah penelitian di Amerika yang menyatakan bahwa sunat dapat mengurangi resiko laki-laki terinfeksi HIV. Mungkin sampel yang diambil adalah orang yang disunat dan mereka termasuk pada orang yang berperilaku beresiko rendah. Jika dibandingkan dengan Indonesia, berapa persenkah masyarakat Amerika yang disunat, sebanyak masyarakat di Indonesia kah? HIV tidak akan pandang bulu apakah laki-laki yang disunat atau tidak, orang baik-baik atau seorang kriminal, hingga saat ini haya penggunaan kondom yang benar saja yang terbukti tidak menularkan IMS dan HIV. Masalah lainnya adalah belum adanya keterbukaan dari pemimpin dan masyarakat kita dalam membicarakan masalah reproduksi, terutama kondom.

Perubahan Perilaku

Selama ini pendekatan yang paling banyak dukungan adalah tindakan pencegahan. Semua pihak akan setuju tindakan ini. Agama dijadikan pendekatan utama dalam menangkal HIV-AIDS, pendekatan ini dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan, namun jika dalam agama hanya dibicarakan surga dan neraka atau pahala dan dosa, kemungkinan besar diskusi mengenai narkoba dan kondom malah dirasakan tabu. Masalah HIV terkait pula dengan pendidikan reproduski dan hidup sehat, ada perlunya menambah bobot pendidikan repsoduksi dan hidup sehat ketimbang menambah jam pelajaran agama sepanjang metode pengajarannya tidak berubah.

Dalam penanggulangan HIV-AIDS dikenal dengan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) hampir semua lembaga yang menangani masalah HIV-AIDS memilki program KIE. Namun perubahan perilaku tidak hanya melalui KIE, perlu ada materi atau alat yang mendukung untuk perubahan perilaku, dan yang terakhir adalah keterampilan menggunakan alat pendukung tersebut.


Terakhir


Program penanggulangan HIV-AIDS memang berada antara dua sisi yang berbeda dan memaksa kita untuk mencari jalan antara dua paradigma yang terlihat bertentangan namun sebenarnya memilki tujuan akhir yang sama. Tinggal bagaimana kita menyingkapi masalah tersebut, terlarut dengan perbedaan pandangan tersebut sehingga penanggulangan HIV-AIDS tidak pernah terselesaikan atau kita melihat dari sisi positif bahwa kasus HIV-AIDS menjadikan kita menggali kembali jalan-jalan yang sudah tertutup timbunan-timbunan kemunafikan.

Jelaslah bahwa sejak lama pihak-pihak terkait telah melakukan banyak hal dalam merespon penyebaran HIV-AIDS ini, namun ada baiknya kita kembali pada kenyataan bahwa jumlah orang dengan HIV-AIDS semakin bertambah, kebutuhan obat ARV (antiretroviral) akan semakin meningkat, dan segudang masalah lagi yang harus dihadapi. Mengenang saudara, rekan, tetangga kita yang telah meninggal karena HIV-AIDS bukanlah menjadikan kita merasa pesimis menanggulangi HIV-AIDS malah sebaliknya, kita perlu empati dan turut peduli atas perjuangan ODHA dalam menghadapi hidup, tidak perlu lagi mengungkit kenapa mereka terkena dan menyalahkan mereka namun bersama-sama mencari jalan keluar sehingga negeri ini tidak menjadi lautan HIV nantinya. Aksi yang mengarah pada pendekatan yang komprehensif saat ini perlu terus dikuatkan sehingga aksi-aksi yang dilakukan kehidupannya bukan berdasarkan dari proyek/program yang satu ke proyek/program melainkan mulai memikirkan kesinambungan (sustainability) proyek/program.

Tidak ada komentar: